Minggu, 27 Maret 2011

PERBEDAAN UU NO. 23 TAHUN 1997 DENGAN UU NO. 32 TAHUN 2009


Lingkungan hidup serta sumberdaya alam yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Dan dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang - Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Terhitung tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dinyatakan tidak berlaku lagi, yang mana kemudian digantikan dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Adapun isi Undang-undang No. 32 tahun 2009 terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dan apabila kita cermati terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, serta keadilan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan.

Adapun beberapa point penting yang terdapat dalam antara UU 23 tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:
  1. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
  2. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
  3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
  4. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
  5. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
  6. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.
  7. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  8. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
  9. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
  10. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah; antara UU 23 tahun 1997 disebut kan dalam pasal 8-13 dimana dalam pasal-pasal tersebut tidak disebutkan bagaimana kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan hanya menyebutkan bahwa penyerahan sebagian kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada pasal 13. Sedangkan dalam UU 32 tahun 2009 di dalam pasal 9-15 disebutkan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dimana disebutkan dalam pasal-pasal itu bahwa pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota wajib menyusun RPPLH ( Rancangan Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup).
Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Oleh karena itu,  Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukumlembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan Undang-Undang ini tidak cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Selain itu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.

Adapun perbandingan yang dapat kita lihat dari kedua Undang-Undang ini,adalah
Bahan
Perbandingan
UU No. 23 tahun 1997
UU No. 32 tahun 2009
  1. Kewenangan Pusat dan daerah

Tidak terlalu detail dijelaskan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah
Pembagian tugas dan kewenangan jelas dalam pasal 63-64
2.      Upaya pengendalian lingkungan hidup
Belum diatur secara jelas dan terpisah

Diatur dalam BAB V tentang pengendalian
3.      Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
Diatur dengan peraturan pemerintah (pasal 14)
Meliputi KLHS, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dll
4.      Unsur-unsur Pengelolaan lingkungan hidup

Unsur pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam pasal 1 ayat 1-25

Penambahan unsur antara lain RPPLH, KLHS, UKL-UPL, Perubahan iklim, dll

  1. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal
dokumen amdal akan dinilai oleh komisi penilai yang dibentuk oleh menteri, gubernur/walikota

  1. Pendayagunaan pendekatan ekosistem
tidak ada penetapan wilayah ekoregion
Ada wilayah ekoregion
  1. Denda pidana

Denda paling sedikit sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Denda paling sedikit Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
  1. Pengawasan
Dibentuk suatu lembaga khusus oleh pemerintah
pejabat pengawas lingkungan hidup berkoordinasi dengan penyidik PNS
UU No 32 Tahun 2009, juga memasukkan landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi . Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena persoalan lingkungan kedepan semakin komplek dan syarat dengan kepentingan investasi. Karenannya persoalan lingkungan adalah persoalan kita semua, baik pemerintah, dunia investasi maupun masyarakat pada umumnya.
Reformasi yang ingin dibangun pada UU No.32 tahun 2009 , adanya era otonomi daerah, yang banyak memberi perubahan dalam hubungan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perlu suatu landasan filosofi yang mendasar dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah-daerah.

AMDAL DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009

Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No. 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak besar”.  Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, pada UU No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan .....”.

Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin.
Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain:
  • AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
  • Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
  • Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL
  • Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
  • Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Selain ke - 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu:
  • Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
  • Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

siapa sih amdal itu?????????

Unknown mengatakan...

Analisis dampak lingkungan