Jumat, 25 Maret 2011

TRANSFORMASI DEMOKRASI


RESUME

JUDUL BUKU   : “TRANSFORMASI DEMOKRASI”
PENGARANG    : Dr. HARJONO, S.H., MCL
PENERBIT         : SEKRETARIAT JENDERAL DAN KEPANITERAAN
MAHKAMAH KONSTITUSI
JALAN MEDAN MERDEKA BARAT NO.6 JAKARTA 10110


A.      NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
·       Jejak Demokrasi
Kisah demokrasi di awal perkembangannya sampai sekarang mempunyai citra kasih keberhasilan. Namun, kemenangan  demokrasi bukan cerita mulus. Masih banyak hal yang belum terpecahkan. Transformasi politik masih meninggalkan banyak persoalan dan yang belum terjawab yang timbul dari praktek maupun pemikiran-pemikiran demokrasi.

·       Supremasi Hukum dalam Negara Hukum Demokrasi
Supremasi hukum dapat bermakna sempit. Kehadiran hukum dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat haruslah lebih dari sekedar menyeleasikan sengketa konkrit.
Constitutional Reform dalam Rangka Pengokohan Negara Hukum Demokrasi
Dengan terjadinya perubahan UUD 1945 dapat dicatat beberapa kemajuan untuk meletakkan dasar yang kuat bagi sebuah negara hukum demokrasi. Konsitusi yang merupakan hukum dasar mempunyai fungsi bagi penataan fungsi-fungsi kenegaraan. Tidak saja antarlembaga negara, tetapi yang penting dalam kerangka negara hukum adalah, hubungan antar warga masyarakat dengan negara sebagai pemegang kekuasaan.[1]
Legislation Reform
Tidak hanya diarahkan pada perlunya pengaturan hal-hal yang baru, tetapi juga penyesuaian dari aturan-aturan yang telah ada sebelumnya, kepada format demokrasi. Legislation reform yang di dalamnya terkandung keadilan tidak hanya beraspekkan horizontal tetapi juga vertikal.
Judicial Reform
Lembaga peradilan adalah benteng terakhir pada upaya penegakan hukum. Untuk masa kini, ada beban yang berat bagi lembaga peradilan kita baik di tingkat pertama maupun di tingkat akhir.
Bureaucratic Reform
Dalam praktek, peran demokrasi sangat besar, sehingga ada yang menyejajarkan kekuasaan birokrasi dengan tiga kekuasaan kenegaran dan menyebut birokrasi sebagai kekuasaan ke empat.
Political Reform
Political Reform tidak hanya menyangkut bangunan struktur kelembagaan politik, tetapi dalam struktur tersebut, hak-hak politik dari warga negara yang telah dijamin dalam perubahan UUD dapa terealisasikan.

·       Independensi Kekuasaan Yudisial dalam Mendorong Pemerintahan yang Bersih
Dari sebuah kutipan Montesqieu, dapat diambil kesimpulan bahwa pemisahan kekuasaan yudisial dari cabang pemerintahan yang lain agar tercerjamin adanya kebebasan bagi warga negara.[2]

·       Menata Ulang Kekuasaan Yudisial
Dari segi kelembagaan, reformasi menghasilkan perubahan pada tingkat dasar. Penciptaan sistem tidak hanya sebatas pengubahan terhadap ketentuan yang langsung berkaitan dengan kekuasaan kehakiman saja, tetapi dilakukan secara komprehenif, yaitu dalam kesisteman UUD.
Tujuan reformasi untuk mencapai supremasi hukum dalam penataan kelembagaan peradilan. Namun masih perlu dikaji apakah penatan tersebut akan dapat secara menghilangkan praktek masa lalu yang dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan pada lembaga peradilan.

·       Checks and Balances sebagai Jawaban
Checks and Balances adalah sebuah asas yang mendasari mekanisme kerja antar cabang pemerintahan. Checks and Balances menjadi diperlukan jika antar cabang-cabang pemerintahan memiliki otonomi yang cukup kuat untuk tidak tergantung kepada cabang pemerintahan yang lain.

B.       NEGARA DAN KONSTITUSI
·      Konsitusi Sebuah Bangsa
Menyusun konstitusi tidak cukuphanya mengumpulkan hal-hal yang dipandang baik dalam suatu kumpulan norma yang kemdian diikrarkan menjdi konstitusi. Persoalan ketatanegaraan yang rumit timul justru setelah mekanisme kerja sebuah konstitusiberoperasi dan hal yang demikian seringkali di luar antisipasi pembuat konstitusi. Pengubahan UUD tidak cukup hanya didasarkan oleh kurang kuatnya wewenang sebuah lembaga negara tertentu saja. Karena penambahan kewenanga, betapaun sedikitnya, akan mengubah mekanisme kerja yang dihasilkan sebuah konstitusi.
·      Perubahan Konstitusi
Perubahan yang dilakukan oleh MPR sebanyak empat tahap pada hakikatnya adalah satu kesatuan. Perubahan dilakukan dengan cara memuat dalam setiap produk hukum MPR yang bermateriakan perubahan, rumusan atau bunyi pasal-pasal atau ayat-ayat perubahan, tanpa mengutip bunyi ayat atau pasal yang diubah dengan hanya menyebutkan pasal atau ayat yang baru , maka pasal atau ayat yang asli digantikan bunyinya. Cara pengubahan semacam ini dimaksudkan untuk mempertahankan struktur asli UUD 1945.[3]

·      Mengukuhkan Kedaulatan Rakyat
Dengan dianutnya asas kedaulatan rakyat, maka bentuk pemerintahan yang cocok adalah sebuah negara republik. Dengan danya rumusan ini, memang kedudukan MPR dalam hal melaksanakan kedaulatan rakyat adalah sebagai lembaga yang omnipoten atau tanpa batas kewenangan. Karena jika kewewnangan MPR dibatasi berarti pula bhwa kedaulatan rakyat juga terbatas, karena dalam ajaran tentang kedaulatan rakyat salah satu unsurnya adalah kedaulatn itu tidak ada batasnya. Kedaulatan yang ada di tangan rakyat kemudian dilakukan sepenuhnya oleh MPR, menggambarkan adanya proses pengalihan kekuasaan.

·      Kedaulatan Rakyat dalam Pembuatan UU
Karena DPR dan Presiden dilih langsung oleh rakyat, maka kewenangan yang dimiliki, termasuk kewenangan untuk membentuk UU, merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat secara tidak langsung, karena dengan UU tersebut, DPR dan Presiden menjalankan roda pemerintahan dan kenegaraan denagn fungsinya masing-masing, termasuk memberi kewenangan yang baru kepada lembaga maupun badan, baik pusat maupun di daerah bahkan membentuk badan atau lembaga baru.

C.      NEGARA DAN LEMBAGA NEGARA
·      Majelis Permusyawaratan Rakyat
Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Sebelum perubahan UUD 1945
¨  Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Setelah perubahan UUD 1945
¨  Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
¨  MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarki Peraturan Perundang-undangan.

·      Presiden
Posisi Presiden adalah sangat sentral baik bagi pemerintahan maupun bagi kebangsaan, oleh karena itu meskipun terbuka hak yang sama bagi setiap warga negara untuk mencalonkan Presiden namun merukan hal yang wajar dalam banyak konstitusi memberikan persyartan yang khusus. Presiden dan Wakil Presiden menurut UUD setelah perubahan dipilih secara langsung oleh rakyat.

·      Dewan Perwakilan Rakyat
Dasar Hukum Pembentukan sebelum perubahan, kekuasaan membentuk undang-undang berada di tangan Presiden sedangkan DPR hanya memberi persetujuan (pasal 5 ayat 1). Setelah perubahan, kekuasaan membentuk undang-undang berada di tangan DPR (pasal 20 ayat 1), dan Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang.
Susunan dan Kedudukan DPR , Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 19 ayat 1), Susunan DPR diatur dengan undang-undang (Pasal 19 ayat 2), Pasal 20 ayat 1 dan pasal 5 ayat 1,kedua pasal itu mengalihkan pelaku pembentukan undang-undang dari tangan Presiden ke tangan DPR, Pasal dalam UUD 1945 menunjukkan posisi DPR menjadi lebih kuat.

·      Dewan Perwakilan Daerah
DPD dibentuk berdasarkan Amandemen Keempat UUD 1945 yaitu pasal 22C dan pasal 22D, yang mengatur kewenangan DPD sebagai representasi daerah. DPD lahir dengan semangat reformasi dan otonomi daerah untuk memperjuangkan kepentingan daerah, dan kehadiran DPD sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku (heterogen).

·      Mahkamah Kontitusi dan Mahkamah Agung
Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945,Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. “ 
Kedudukan Mahkamah Konstitusi adalah lembaga peradilan yang berdiri sendiri dan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kedudukan MK setara atau sederajat dengan lembaga negara lain.
Dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 14 tahun 1970  disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain. Bahkan Mahkamah Agung sebagai pula pengawas tertinggi atas perbuatan Hakim dari semua lingkungan peradilan.

·      Bank Indonesia

D.      NEGARA DAN PEMATANGAN DEMOKRASI
·      Pemilihan Presiden secara Langsung
Dalam aturan baru ini ditentukan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dicalonkan secara berpasangan. Artinya Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pemilihan. Pengajuan pasangan calon dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang ikut dalam pemilihan umum. Sedangkan untuk terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden suara yang didapatkan oleh pasangan tersebut harus memenuhi syarat jumlah dan penyebaran suara.

·      Mencipta Mekanisme Pilpres Satu Putaran
Matangnya berdemokrasi bangsa Indonesia lahir dari sebuah proses panjang. Sejak kemerdekaan sampai sekarang bangsa ini telah meakukan sembilan kali Pileg. Dari kesembilan kali Pemilu tersebut Pilpres secara langsung baru dua kali dilakukan pada tahun 2004 dan 2009. Pilpres secara langsung tentunya lebih memperkuat demokrasi yang sedang dibangun oleh bangsa ini.

·      Presiden Wakil Negara dalam Perjanjian Internasional
Konstitusi berfungsi sebagai pondasi dalam penyusunan sistem hukum negara, oleh karena itu pembuatan perjanjian Internasioanal juga menjadi bagian dalam sistem konstitusi. Dasar hukum perjanjian Internasioanal dalam ketentuan UUD 1945 setelah mengalami perubahan ialah tercantum dalam Pasal 11.

·      HAM dan Demokrasi
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah memicu suatu gerakan yang lebih luas yaitu terjadinya reformasi politik. Pada perubahan Kedua UUD1945 telah memasukkan pasal–pasal yang bermaterikan HAM. Setelah perubahan UUD 1945 lengkap diakukan, dalam perubahan keempat dikenal proses pengujian UU terhadap UUD.

·      HAM dan Kebebasan Berbicara
Kebebasan berbicara merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Hak ini telah diakui sebagai hak konstitusi oleh banyak negara yang mencantumkan dalam konstitusi negara yang bersangkutan.
Dalam sistem kenegaraan, kemerdekaan berbicara menjadi tiang penyangga dari pelaksanaan asas pemerintahan yang demokrasi. Dengan adanya kebebasan berbicara maka akan terjadi kompetisi pendapat dalam wacana publik tentang gagasan-gagasan yang diajukan yang akan dipilih oleh masyarakat banyak.

·      HAM dan Peninjauan Materi Ketetapan MPR/MPRS
Hukum Panitia Ad Hoc II Badan Pekerja MPR mempersiapkan rancangan putusan yang ditugaskan kepada MPR oleh Aturan Tambahan Pasal 1 UUD 1945 perubahan, yaitu untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR. Hasil peninjauan ini akan diputuskan pada Sidang Tahunan MPR 2003.[4]
Dalam melaksanakan tugas konstitusional sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 Aturan Tambahan, yang pertama kali perlu dilakukan oleh PAH II adalah mengkaji lebih teliti materi-materi apa saja yang terdapat dalam Tap-Tap tersebut yang kemudian disesuaikan dengan cara pengaturannya menurut ketentuan yang baru. Ketetapan MPRS/MPR yang ada dapat dikelompokkan dalam ketetapan yang einmalig, keteapan yang mengatur, ketetapan yang berisi perintah, larangan atau suruhan yang bersifat normatif, dan Ketetapan yang berisi pedoman yang bersifat moral. Adanya empat kelompok ketetapan MPR/MPRS tersebut terkait dengan kewenangan MPR sebelum perubahan UUD.[5]


[1] Dr. Harjono, S.H., MCL , Transformasi Demokrasi , Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hlm. 28
[2] Ibid. Hlm. 39
[3] Ibid. Hlm. 63
[4] Ibid. Hlm. 202
[5] Ibid. Hlm. 203

Tidak ada komentar: